Tak
dapat dipungkiri bahwa bencana alam berkaitan dengan politik. Pada
masyarakat tradisional di Indonesia bahkan di berbagai belahan dunia, bencana
alam yang besar ditafsirkan sebagai pertanda masa peralihan. Di China, misalnya
bencana alam dicatat mengiringi pergantian dinasti. Pertanda bahwa mandat dari
langit yang diberikan kepada raja yang lama akan dialihkan kepada penguasa yang
baru.
Bencana
alam juga mempunyai dampak politis. Teori Boechari, mengatakan perpindahan
kekuasaan kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada abad X adalah
disebabkan letusan gunung Gunung Merapi. Penggalian Candi Sambisari tahun 1969
memperlihatkan candi itu ditutupi abu vulkanis setebal 5 meter.
Letusan
Gunung Tambora di Sumbawa yang memakan korban banyak telah menghancurkan empat
kerajaan di pulau itu. Letusan Krakatau meluluhlantakkanBanten dan
Lampung. Pusat administrasi lokal di Anyer berpindah ke Cilegon. Selain itu
letusan Krakatau ternyata menjadi katalisator dari pemberontakan petani Banten
tahun 1888.
Damardjati
Supadjar, dosen Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, misalnya, melihat
perjalanan bangsa dan para pemimpinnya tak lepas dari latar belakang
kosmologis. Dalam konteks ini, sementara pihak menafsirkan bahwa seorang
pemimpin dari suatu kelompok masyarakat selalu terkait dengan alam sekitarnya.
Analisis
mitologis yang, berkembang di masyarakat mengatakan, pemerintah didukung
rakyat, tetapi kurang didukung alam. Dan mengawali tahun politik 2014, alam pun
memberi pertanda pergantian kekuasaan dengan mengusik Gunung Sinabung di Sumatera
Utara dan banjir di berbagai kota. Tahun lalu, sejak Januari hingga awal Maret
2013 telah terjadi 34 kejadian bencana tanah longsor. Sementara tahun 2012,
telah terjadi 124 kali bencana tanah longsor.
Tidak
hanya kegaduhan politik 2014 yang harus diwaspadai tahun ini. Rentetan bencana
alam juga mengancam. Mitos memang tidak bisa dijadikan dasar namun kita
memang harus lebih jeli dalam memilih pemimpin. Kita harus ikut Pemilihan Umum
2014 agar terpilih pemimpin yang amanah, pemimpin yang peduli kepada
rakyat.
Bencana
yang terus terjadi di negeri ini menuntut hadirnya pemimpin baru yang mau
bekerja untuk rakyat, menjadi pelayan rakyat. (http://politik.kompasiana.com/2014/01/16/bencana-alam-dan-dampak-politik-626793.html)
Contoh
lain yaitu berita banjir yang terjadi di Jakarta, setiap musim hujan banjir
memang tidak pernah absen untuk merendam sebagian wilayah Jakarta. Tidak mengenal
mana daerah pinggiran, rumah sakit, kampus, sekolah bahkan perumahan elit. Banjir
ini berdampak pada pemimpin nomor satu di Jakarta yakni, Jokowi. Masyarakat banyak
menyalahkan Jokowi tentang bencana alam yang tidak dapat dikendalikan dan
bencana yang didatangkan oleh mereka sendiri. Masyarakat ingin Jokowi merubah
tatanan Jakarta namun banyak pula masyarakat yang tidak mengikuti aturan-aturan
yang diterapkan. Jika tidak ingin banjir, ya jagalah lingkungan kita. Tidak sedikit
masyarakat yang melupakan kewajiban mereka untuk menjalankan program para
pemimpinnya.
No comments:
Post a Comment