Wednesday, January 15, 2014

Perkembangan Ekonomi era Pra-modern

Dalam hal periodisasi, masa perdagangan, atau bisa disebut juga kurun niaga terjadi pada sekitar abad ke-15. Anthony Reid memperiodisasikan kurun niaga di Asia Tenggara di sekitar tahun 1450-1680. Definisi tentang kurun niaga, khususnya era modern awal, berbeda-beda. Lalu bagaimana dengan era Pra-Modern? Era Pra-Modern ini adalah masa ketika kerajaan-kerajaan Nusantara memiliki eksistensi dan hegemoni dalam ranah percaturan politik dan ekonomi. Perdagangan pada era ini berkembang tidak hanya dalam lokalitas wilayah kerajaan. Tidak juga dalam satu pulau atau kepulauan saja. Tapi juga berkembang ke tanah mancanegara. Dari negeri-negeri atas angin sampai negeri-negeri timur jauh (Asia Timur, mengacu pada definisi yang diberikan sejarawan dan arkeolog barat). Periodisasi dari era pra-modern ini tidak bisa secara jelas ditetapkan. Jika masa modern awal adalah sekitar abad ke-15, maka secara logika masa pra-modern adalah sebelum abad ke-15. Namun demikian pembabakan seperti itu tidaklah bisa digeneralisasikan. Lagipula, kita bisa melihat dengan perspektif yang lain. Bahwa era pra-modern itu adalah era ketika struktur ekonomi yang tersistematis, pembukuan yang tersistem dengan jelas dan teratur, dan pembagian kerja yang jelas dan meyakinkan belum digunakan. Hanya saja dengan adanya komoditas-komoditas perdagangan seperti yang disebutkan di awal tulisan ini, perdagangan tetap berkembang. Karena memang komoditas-komoditas tersebut adalah komoditas yang dibutuhkan pada zamannya. (sumber : http://kompasiana.com)

Perdagangan di Nusantara, berkembang dengan berbagai aspek yang mempengaruhinya. Tidak hanya dari keuntungan alam yang ada di wilayah ini tapi juga karena adanya kecakapan-kecakapan tertentu dalam mengolah dan mengatur sumber daya yang ada. Secara umum ada dua aspek yang mempengaruhi perkembangan ekonomi ini, yaitu aspek geografi dan aspek demografi.
Dalam aspek Geografi, letak Nusantara merupakan jembatan dari pelayaran dunia. Nusantara terletak antara dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Juga antara dua benua, meskipun pada masa itu peranan dari salah satu benua itu belum terlalu signifikan. Dua benua itu adalah benua Asia dan Australia. Selain itu, daerah-daerah tertentu dalam kepulauan Nusantara merupakan daerah penghasil dari komoditas-komoditas yang laku di pasaran. Komoditas itu tak terdapat di daerah lain. Sampai abad ke-17 kepulauan Maluku merupakan satu-satunya daerah penghasil rempah-rempah di dunia. Selain itu, di kepulauan Nusantara terdapat selat yang menghubungkan dua perdagangan besar yang melewati Laut Cina Selatan dan Lautan Hindia. Selat ini adalah selat teramai, yaitu Selat Malaka. Laut penting yang menghubungkan perdagangan antar pulau di kepulauan Nusantara adalah Laut Jawa. Laut Jawa menghubungkan kota-kota pelabuhan di Jawa dengan kota-kota pelabuhan lain yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Aspek lain yang mempengaruhi perkembangan ekonomi selain aspek geografi adalah aspek demografi. Pada masa ini sumber daya alam yang melimpah tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang ada. Persebarannya pun tidak merata. Kepadatan penduduk di pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawei berbanding terbalik dengan kepadatan penduduk di Pulau Jawa. Jika dirasiokan perbandingannya adalah 3:4:3 untuk Indonesia bagian barat, Jawa, dan Indonesia bagian timur.
Pulau Jawa terdiri dari kantong-kantong penduduk yang terpisah satu dengan yang lainnya. Populasi pulau Jawa, menurut Anthony Reid, diperkirakan jumlahnya mencapai 4 juta pada tahun 1600, kemudian 5 juta pada tahun 1800. Untuk populasi penduduk di luar Jawa, tidak ada satu perkiraan pun mengenai data jumlah penduduk sebelum zaman penjajahan. Reid berpendapat bahwa populasi luar Jawa mungkin mencapai 5,8 Juta pada tahun 1600 dan 7,9 juta pada tahun 1800. Keadaan demografi dipengarui oleh kondisi politik saat itu. Di Jawa misalnya, perang saudara dan tahta di Mataram berakhir dengan Perjanjian Gianti (1755). Perjanjian ini mengakhiri perang yang telah memakan korban yang tak sedikit dengan pembagian wilayah kerajaan. Pembagian kerajaan dan kesunanan dan kesultanan dengan penduduk yang dibagi masing-masing sebanyak 30.000 cacah lebih. Namun jumlah penduduk Jawa sendiri, karena perang yang berkepanjangan berkurang setengahnya yang kira-kira lebih dari 1 juta orang. Di daerah lain, terdapat juga kondisi yang sama yang mempengaruhi kehidupan ekonomi dan politik Negara-negara prakolonial. Di semua daerah, jumlah penduduknya sangat terbatas, dan oleh karenanya merupakan basis yang terbatas pula bagi perpajakan dan sumber daya manusia untuk penanaman padi dan pembentukan tentara.
Hal lain dalam demografi yang mempengaruhi perkembangan perekonomian pada era pra-modern ini adalah meningkatnya urbanisasi. Antara abad ke-16 sampai ke-17 yang disebut sebagai kota besar di Nusantara adalah penduduk antara 100.000 sampai 800.000 jiwa. Kota-kota besar yang termasuk kategori tersebut adalah Banten, Batavia, Mataram, Aceh dan Makasar. Besarnya jumlah penduduk di kota-kota besar ini mengindikasikan bahwa peningkatan aktivitas ekonomi diikuti oleh pertumbuhan penduduk yang cepat. Sebagai contoh, kegiatan industri gula di Batavia pada abad ke-17 dan ke-18 telah menjadi magnet bagi penduduk dari berbagai penjuru Nusatara bahkan Cina untuk datang dan menetap di daerah sekitar tembok kota.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua aspek yang mempengaruhi perkembangan ekonomi. Aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia pada masa pra-modern adalah aspek geografi atau keadaan fisik suatu wilayah beserta faktor lain yang mempengaruhinnya, dan aspek berikutnya adalah aspek demografi yaitu kependudukan dan persebarannya serta kuantitas populasinya.


No comments:

Post a Comment