Dalam
hal periodisasi, masa perdagangan, atau bisa disebut juga kurun niaga terjadi
pada sekitar abad ke-15. Anthony Reid memperiodisasikan kurun niaga di Asia
Tenggara di sekitar tahun 1450-1680. Definisi tentang kurun niaga,
khususnya era modern awal, berbeda-beda. Lalu bagaimana dengan
era Pra-Modern? Era Pra-Modern ini adalah masa ketika kerajaan-kerajaan
Nusantara memiliki eksistensi dan hegemoni dalam ranah percaturan politik dan
ekonomi. Perdagangan pada era ini berkembang tidak hanya dalam lokalitas
wilayah kerajaan. Tidak juga dalam satu pulau atau kepulauan saja. Tapi juga
berkembang ke tanah mancanegara. Dari negeri-negeri atas angin sampai
negeri-negeri timur jauh (Asia Timur, mengacu pada definisi yang diberikan
sejarawan dan arkeolog barat). Periodisasi dari era pra-modern ini tidak bisa
secara jelas ditetapkan. Jika masa modern awal adalah sekitar abad ke-15, maka
secara logika masa pra-modern adalah sebelum abad ke-15. Namun demikian
pembabakan seperti itu tidaklah bisa digeneralisasikan. Lagipula, kita bisa
melihat dengan perspektif yang lain. Bahwa era pra-modern itu adalah era ketika
struktur ekonomi yang tersistematis, pembukuan yang tersistem dengan jelas dan
teratur, dan pembagian kerja yang jelas dan meyakinkan belum digunakan. Hanya saja
dengan adanya komoditas-komoditas perdagangan seperti yang disebutkan di awal
tulisan ini, perdagangan tetap berkembang. Karena memang komoditas-komoditas
tersebut adalah komoditas yang dibutuhkan pada zamannya. (sumber :
http://kompasiana.com)
Perdagangan
di Nusantara, berkembang dengan berbagai aspek yang mempengaruhinya. Tidak
hanya dari keuntungan alam yang ada di wilayah ini tapi juga karena adanya
kecakapan-kecakapan tertentu dalam mengolah dan mengatur sumber daya yang ada.
Secara umum ada dua aspek yang mempengaruhi perkembangan ekonomi ini,
yaitu aspek geografi dan aspek demografi.
Dalam
aspek Geografi, letak Nusantara merupakan jembatan dari pelayaran dunia.
Nusantara terletak antara dua samudera, yaitu Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik. Juga antara dua benua, meskipun pada masa itu peranan dari salah satu
benua itu belum terlalu signifikan. Dua benua itu adalah benua Asia dan
Australia. Selain itu, daerah-daerah tertentu dalam kepulauan Nusantara
merupakan daerah penghasil dari komoditas-komoditas yang laku di pasaran.
Komoditas itu tak terdapat di daerah lain. Sampai abad ke-17 kepulauan Maluku
merupakan satu-satunya daerah penghasil rempah-rempah di dunia. Selain itu, di
kepulauan Nusantara terdapat selat yang menghubungkan dua perdagangan besar
yang melewati Laut Cina Selatan dan Lautan Hindia. Selat ini adalah selat
teramai, yaitu Selat Malaka. Laut penting yang menghubungkan perdagangan antar
pulau di kepulauan Nusantara adalah Laut Jawa. Laut Jawa menghubungkan
kota-kota pelabuhan di Jawa dengan kota-kota pelabuhan lain yang tersebar di
pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Aspek
lain yang mempengaruhi perkembangan ekonomi selain aspek geografi adalah aspek
demografi. Pada masa ini sumber daya alam yang melimpah tidak sebanding dengan
jumlah penduduk yang ada. Persebarannya pun tidak merata. Kepadatan penduduk di
pulau besar seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawei berbanding terbalik
dengan kepadatan penduduk di Pulau Jawa. Jika dirasiokan perbandingannya adalah
3:4:3 untuk Indonesia bagian barat, Jawa, dan Indonesia bagian timur.
Pulau
Jawa terdiri dari kantong-kantong penduduk yang terpisah satu dengan yang
lainnya. Populasi pulau Jawa, menurut Anthony Reid, diperkirakan jumlahnya
mencapai 4 juta pada tahun 1600, kemudian 5 juta pada tahun 1800. Untuk
populasi penduduk di luar Jawa, tidak ada satu perkiraan pun mengenai data
jumlah penduduk sebelum zaman penjajahan. Reid berpendapat bahwa populasi luar
Jawa mungkin mencapai 5,8 Juta pada tahun 1600 dan 7,9 juta pada tahun 1800.
Keadaan demografi dipengarui oleh kondisi politik saat itu. Di Jawa misalnya,
perang saudara dan tahta di Mataram berakhir dengan Perjanjian Gianti (1755).
Perjanjian ini mengakhiri perang yang telah memakan korban yang tak sedikit
dengan pembagian wilayah kerajaan. Pembagian kerajaan dan kesunanan dan
kesultanan dengan penduduk yang dibagi masing-masing sebanyak 30.000 cacah
lebih. Namun jumlah penduduk Jawa sendiri, karena perang yang berkepanjangan
berkurang setengahnya yang kira-kira lebih dari 1 juta orang. Di daerah lain,
terdapat juga kondisi yang sama yang mempengaruhi kehidupan ekonomi dan politik
Negara-negara prakolonial. Di semua daerah, jumlah penduduknya sangat terbatas,
dan oleh karenanya merupakan basis yang terbatas pula bagi perpajakan dan
sumber daya manusia untuk penanaman padi dan pembentukan tentara.
Hal
lain dalam demografi yang mempengaruhi perkembangan perekonomian pada era
pra-modern ini adalah meningkatnya urbanisasi. Antara abad ke-16 sampai ke-17
yang disebut sebagai kota besar di Nusantara adalah penduduk antara 100.000
sampai 800.000 jiwa. Kota-kota besar yang termasuk kategori tersebut adalah
Banten, Batavia, Mataram, Aceh dan Makasar. Besarnya jumlah penduduk di
kota-kota besar ini mengindikasikan bahwa peningkatan aktivitas ekonomi
diikuti oleh pertumbuhan penduduk yang cepat. Sebagai contoh, kegiatan industri
gula di Batavia pada abad ke-17 dan ke-18 telah menjadi magnet bagi penduduk
dari berbagai penjuru Nusatara bahkan Cina untuk datang dan menetap di daerah
sekitar tembok kota.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua aspek yang mempengaruhi
perkembangan ekonomi. Aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan ekonomi
Indonesia pada masa pra-modern adalah aspek geografi atau keadaan fisik suatu
wilayah beserta faktor lain yang mempengaruhinnya, dan aspek berikutnya adalah
aspek demografi yaitu kependudukan dan persebarannya serta kuantitas
populasinya.
No comments:
Post a Comment