Thursday, May 8, 2014

BADUY DITENGAH-TENGAH ZAMAN MODERN

Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti  yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok  yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden) seperti halnya suku bangsa Arab yang memiliki nama hampir sama juga, yaitu suku Badui. Konon katanya, sebutan “baduy” diberikan oleh pemerintahan kesultanan Banten ketika itu terhadap masyarakat asli banten yang enggan untuk menerima ajaran islam seperti halnya suku badui di masa nabi Muhammad Saw. Dan atas sikap penolakan mereka terhadap islam, sehingga mereka diasingkan ke daerah pedalaman.
Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagaiurang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).

GAYA HIDUP REMAJA ZAMAN MODERN

Dinamika zaman selalu menyuguhkan sajian hangat, membuat penasaran, kecanduan, dan tak sedikit pandangan tak sedap jika tidak mengikuti arus berputarnya, terlebih bagi kaum “remaja” yang notabene masih “labil” di tengah pencarian jati dirinya. Berbagai slogan pun muncul di kalangan remaja, seperti “tidak gaul jika tidak mengikuti arus (globalisasi)”, ataupun “tidak modern kalau gaptek” sayangnya mereka hanya berpatokan pada bangsa lain (Barat), hingga budaya sendiri rela digadaikannya.
Tak bisa dipungkiri memang, begitu banyak hal positif yang dapat kita semai dari perubahan (teknologi, industri), namun hal negatif pun kerap tak dapat kita hindari akibat dari adanya proses tersebut. Saat ini kita dapat menembus dunia yang tanpa batas dan ruang, mengakses segala informasi yang terjadi di berbagai belahan dunia dengan cepat, berkomunikasi dengan siapa pun di manapun dengan efektif, dan berbagai aktivitas lainnya yang serba instan dengan tidak mengesampingkan aktivitas pokok.  
Berbicara mengenai remaja dengan globalisasi dewasa ini, memunculkan berbagai isu untuk terus diikuti perkembangan dan dinamikanya, juga sebagai bahan kajian yang tak kalah menarik. Era globalisasi menuntut segala aspek kehidupan dan seluruh masyarakat untuk berubah, lebih berkembang dan maju. Era globalisasi merupakan era persaingan bebas dalam segala aspek kehidupan (ekonomi, pendidikan, teknologi, dll.), pada era ini memperlihatkansuatu kondisi bahwa dunia ini sudah semakin kecil. Di dalam konteks informasi, dunia ini sudah menjadi satu, tidak ada lagi kotak-kotak yang membatasi wilayah satu dengan lainnya. Dengan adanya peran media (televisi, radio, majalah, internet) telah mempengaruhi gaya hidup dan moralitas remaja.
Dari munculnya berbagai dampak globalisasi (peran media) terhadap remaja (gaya hidup dan moralitas) di atas, sangat diperlukan perhatian dan pengawasan dari berbagai pihak, agar dalam proses perkembangan berikutnya tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan (baik bagi remaja sendiri maupun bagi keberlangsungan bangsa ini). Perlu dilakukan hal-hal berikut:
·         Adanya kontrol sosial dari orang tua, guru, dan masyarakat sekitar,  juga dengan mengadakan kegiatan-kegiatan positif yang melibatkan remaja;
·         Adanya sosialisasi tentang pentingnya melestarikan budaya warisan leluhur;
·         Perhatian dan pengawasan dari orang tua dan guru terhadap remaja harus lebih besar dan lebih dekat terhadap mereka, agar mereka lebih terbuka dan mudah diarahkan;
·          Komunikasi yang baik antara orang tua, guru, dan remaja; serta
·         Perkembangan tentang globalisasi dan informasi harus terus diikuti oleh orang tua dan guru.

BUDAYA SUNDA YANG MULAI PUNAH SEIRING ZAMAN

Membangkitkan Seni budaya sunda dan seni tulis yang terlupan bahkan menjelang punah, kesemua ini akibat adanya pergeseran jaman dan budaya luar yang dianggap modern, Hampir semua adat istiadat dan tali paranti kesundaan hilang dari peredaran urang Sunda. Begitu pula dalam permainan anak - anak jaman dulu, seperti permainan Jajalangkungan/ Engrang,Main galah santang, ketok lele/kastik, Bopies/petak umpet beregu,main panggal/gangsing dan untuk wanitanya jenis permainan congklak, tutunggulan/lumpang dan masih banyak lagi jenis permainan orang Sunda hilang dari peredaran. Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda sebenarnya termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya tulis. "Kegemilangan" kebudayaan Sunda di masa lalu, khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya kemudian seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaan Sunda. 

Kebudayaan Sunda yang ideal pun kemudian sering dikaitkan sebagai kebudayaan raja-raja Sunda atau tokoh yang diidentikkan dengan raja Sunda. Dalam kaitan ini, jadilah sosok Prabu Siliwangi dijadikan sebagai tokoh panutan dan kebanggaan urang Sunda karena dimitoskan sebagai raja Sunda yang berhasil, sekaligus mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.

Dalam perkembangannya yang paling kontemporer, kebudayaan Sunda kini banyak mendapat gugatan kembali. Pertanyaan seputar eksistensi kebudayaan Sunda pun sering kali mencuat ke permukaan. Apakah kebudayaan Sunda masih ada? Kalau masih ada, siapakah pemiliknya? Pertanyaan seputar eksistensi kebudayaan Sunda yang tampaknya provokatif tersebut, bila dikaji dengan tenang sebenarnya merupakan pertanyaan yang wajar-wajar saja. Mengapa demikian?

Jawabannya sederhana, karena kebudayaan Sunda dalam kenyataannya saat ini memang seperti kehilangan ruhnya atau setidaknya tidak jelas arah dan tujuannya. Mau dibawa ke mana kebudayaan Sunda tersebut?

Setidaknya ada empat daya hidup yang perlu dicermati dalam kebudayaan Sunda, yaitu, kemampuan beradaptasi, kemampuan mobilitas, kemampuan tumbuh dan berkembang, serta kemampuan regenerasi.

Kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda, terutama dalam merespons berbagai tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar, dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan. Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari luar.

Akibatnya, tidaklah mengherankan bila semakin lama semakin banyak unsur kebudayaan Sunda yang tergilas oleh kebudayaan asing. Sebagai contoh paling jelas, bahasa Sunda merupakanbahasa komunitas urang Sunda tampak secara eksplisit semakin jarang digunakan oleh pemiliknya sendiri, khususnya para generasi muda Sunda.

http://www.jatiluhuronline.com/eksistensi-budaya-sunda.html
http://www.kompasiana.com/budaya-sunda.html