TUGAS 2
BAHASA INDONESIA 2
RISKA MAHARANI PUTRI
17113796
3KA11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pemilihan
umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil
rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat. Selain itu pemilu
merupakan bentuk pemenuhan hak asasi warga negara dibidang politik. Setiap
wilayah memerlukan sosok pemimpin guna mewakili masyarakat dikawasannya. Calon
pemimpin dipilih dengan berbagai kriteria, salah satunya mampu memajukan dan
mensejahterakan rakyatnya. Adapun pemilihan kepala daerah (Pilkada) meliputi:
Pemilihan Gubernur untuk tingkat Provinsi, pemilihan Walikota untuk tingkat
Kota, dan pemilihan Bupati untuk tingkat Kabupaten. Proses pemilihan kepala
daerah (pilkada) diselenggarakan 5 tahun sekali, dan dipilih secara langsung
oleh masyarakat. Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan ritual politik
5 tahunan di Indonesia. Bentuknya bisa berupa pemilihan presiden, anggota
legislatif -- DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Juga wali
kota, bupati, hingga gubernur.
Dari pelaksanaan agenda rutin ini, selalu saja yang menjadi pokok
persoalan, sebelum hingga usai pelaksanaan, yakni Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Meski pemilih hanya dijadikan objek bukan subjek, namun keberadaan mereka
sangatlah penting dalam setiap pemilu. Maka sangat wajar jika keputusan
mengenai DPT selalu berlarut-larut. Bahkan usai pe milihan pun, DPT tetap saja
dijadikan salah satu dasar pengajuan gugatan dari para calon yang kalah.
Sudah diketahui para pemilih yang merupakan warga negara berusia 17 tahun pada
hari pemungutan suara atau sudah menikah serta tidak kehilangan hak pi lih.
Karena itu, para calon pemimpin di daerah maupun di pusat, berlomba-lomba agar
para pemilih potensial yang mereka
miliki masuk dalam DPT. Dari pemilih tersebut, salah satu yang cukup signifikan
yakni pemilih pemula atau para pemilih yang baru pertama kali mengikuti
seremoni pemilihan 5 tahunan tersebut. Jika merujuk data Badan Pusat Statistik
(BPS), diperkirakan angka pemilih pemula pada 2014 kemarin adalah mencapai 15 persen dari total pemilih.Karena
itu,para calon berlomba-lomba berusaha merebut simpati para pemilih pemula.
Pemilih
pemula usia SMA memang menjadi segmen yang unik, seringkali muncul kejutan dan
menjadi kuantitas. Sebenarnya pemilih pemula bisa ditempatkan sebagai swing
voters yang sesungguhnya. [emilih politik mereka belim dipengaruhi motivasi
ideologis tertentu dan lebih didorong oleh konteks dinamika lingkungan politik
lokal. Pemilih pemuda mudah dipengaruhi kepentingan-kepentingan tertentu,
terutama oleh orang terdekat seperti anggota keluarga, mulai dari orang tua
hingga kerabat. Kondisi tersebut tampak jika merunut perilaku pemilih pemula
pada beberapa penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada). Hasil jajak
pendapat pasca-pemungutan suara pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI
Jakarta (8 Agustus 2007), menunjukkan orangtua adalah yang paling memengaruhi
pilihan para pemilih pemula. Teman dan saudara juga ikut memengaruhi namun
dengan persentase yang lebih kecil (Litbang Kompas, 2007)
1.2 RUMUSAN MASALAH
Maka masalah pokok dapat
dijabarkan menjadi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
proses sosialisasi pemilukada yang diselenggarakan KPU Provinsi DKI Jakarta
kepada pemilih pemula?
2. Hal
apa yang dilakukan KPU dalam menghadapi pemilih pemula?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pemilih
Pemula
Berdasarkan UU No. 10 tahun 2008 dalam Bab IV
pasal 19 ayat 1 dan 2 serta pasal 20men yebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pemilih pemula adalah warga Indonesiayang pada hari pemilihan atau pemungutan
suara adalah Warga Negara Indonesiayang sudah genap berusia 17 tahun dan atau
lebih atau sudah/pernah kawin yangmempunyai hak pilih, dan sebelumnya belum
termasuk pemilih karena ketentuanUndang-Undang Pemilu.
Data
dari komisioner KPU Pusat menyebutkan bahwa jumlahpemilih pemula pada Pemilu
2014 kemarin yang berusia 17 sampai 20 tahun
sekitar14 juta orang, sedangkan yang berusia 20 sampai 30 tahun sekitar 45,6
juta jiwa.Dari data tersebut, pemilih pemula merupakan pemilih yang dinilai
sangatpotensial.
Pemilih
pemula sebagai bagian dari seluruh pemilih di Indonesia yang memiliki peran
besar bagi kemajuan bangsa tidak boleh menganggap remeh dunia politik,
khususnya partisipasi mereka dalam pemilihan umum.
Faktor-faktor
yang Memengaruhi Pemilih Pemula Menentukan Pilihannya. Ada beberapa faktor yang
memengaruhi pemilih pemula dalam menentukan pilihannya dalam pemilu.Menurut
Nursal (2006 : 72) faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut :
1.
Social Imagery atau Citra
Sosial (Pengelompokan Sosial)
2.
Identifikasi Partai
3.
Emotional Feeling (Perasaan
Emosional)
4.
Candidate Personality (Citra
Kandidat)
5.
Issues and Policies (Isu dan
Kebijakan Politik)
6.
Current Events (Peristiwa
Mutakhir)
7.
Personal Events (Peristiwa
Personal)
8.
Epistemic Issues (Faktor-faktor
Epistemik)
Selain faktor faktor diatas, media massa juga sangat berpengaruh
terhadap penentuan pilihan bagi pemilih pemula. Media massa membe ntuk opini publik
sehingga pemilih pemula cenderung memilih berdasarkan iklan politik dan bukan
rekam jejak calon. "Jika tidak hati-hati memang orientasi pemilih pemula
akan digiring pada salah satu peserta pemilu sehingga menjadi kerugian
besar," jelas s e orang mahasiswi UGM yang melakukan penelitian. Dari
penelitian tersebut juga terungkap, 60 persen pemilih pemula itu belum pernah
memperoleh sosialisasi pemilu 2014. Selain itu, 65 persen pemilih pemula
menyatakan tidak mengetahui jumlah parpol peserta pemilu.
2.2
Dampak
yang Dialami Pemilih Pemuda
Pemilih pemula dalam Pemilu 2014 yang mayoritas siswa sekolah
menengah umum (SMA/MA) di Yogyakarta ikut menjadi sasaran politik uang oleh
calon legislatif maupun aktivis partai.Survei terbaru dari Pu sat Studi Hukum
Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia menunjukkan sebanyak
18,88 persen pemilih pemula telah ditembus oleh sogokan uang dan bentuk lainnya
selama musim kampanye Pemilu 2014.Koordinator survei Anang Zubaidy menyatakan
responden semuanya siswa, tidak masuk kategori simpatisan partai.
Temuan adanya siswa yang juga calon pemilih menerima sogokan
menunjukkan sasaran politik uang tidak terbatas simpatisan partai, siswa yang
polos ikut disasar. “Pelaku money
politik seperti melempar dadu (spekulasi, red) sehingga pemilih pemula ikut
menjadi sasaran (politik uang),“ kata
dia, Senin (7/4/2014).
Sikap
para siswa usai menerima hadiah dari caleg beragam. Sikap paling menonjol
menerima tetapi tidak melaporkan ke pengawas atau petugas pemilihan umum (35.75
persen), disusul melaporkan ke pengawas/petugas pemilihan umum (23,66 persen),
menerima sekaligus melaporkan ke pengawas (5 persen), menerima lalu
menyumbangkan ke orang lain (1.88 persen). Sikap lainnya sebanyak 33 persen
meliputo menerima dan menabung uang dari hadiah, menerima tetapi tidak memilih
orangnya, memilih pemberi uang, menerima dan menolak terpengaruh hadiah tetapi
takut melaporkan pemberi. Ketika ditanya sikap mereka terhadap politik uang,
mayoritas siswa yang menjadi responden (85.10 persen) sepakat pelaku harus
diberantas, alasannya merusak moral dan politik, dosa. Pemborosan, menyebablan
ketidakadilan.
Adapun
minoritas siswa menjawab politik uang boleh dan biarkan saja sebanyak 2.96
persen responden, dengan alasan penegak hukum sulit membuktikan tind ak pidana
politik uang, masyarakat membutuhkan, tuntutan bagi caleg merebut suara, tidak
melanggar hak asasi. Anang Zubaidy yang menjabat Ketua Pusat Studi Hukum
Konstitusi Fakultas Hukum UII, menyatakan fenomena pemilih pemula menjadi
sasaran politik uang tim sukses maupun caleg sebagai pendidikan politik yang
tidak baik. Tindakan gratifikasi kepada calon pemilih tersebut, menurut dia,
sebagai cerminan komunikasi yang buruk antar calon dan tim sukses. Caleg
mencurigai lawan politik menebar uang, maka ia me lakukan tindakan serupa
dengan asumsi jika tidak ikut bisa kalah atau tidak meraih suara memadai.
Menyangkut
efektivitas caleg atau tim sukses “nyawer“ ke pemilih pemula, menurut dia besar
kemungkinan tidak efektif. Asumsi dia bahwa pemilih pemula sebagai kategori
pemilih idealis, yang masih memilah siapa caleg yang memadai, ketika
mendapatkan tim sukses dan caleg nyawer ke mereka justru mendorong mereka tidak
memilih alias golput. “Politik uang bisa menjadikan mereka (siswa sebaga
pemilih pemula) malas ke TPS
(tempat pemungutan suara). Pengalaman Pemilu 2004, para pemilih pemula menunjuk
pemilu tidak jurdil maka mereka mãlas mencoblos. “Dia menduga uang caleg untuk
nyawer siswa-siswa pemiluh pemula hanya melayang dan menyebabkan mereka habis
uangnya, sementara pemiluh pemula tidak memilih pemberi uang.
2.3 2. 3 Hal-Hal yang Harus Dilakukan KPU agar Pemilih Pemula Memiliki
Pandangan yang Luas Tentang Pemilu
dan Kandidat-Kandidat yang akan Dipilih
Perilaku
pemilih pemula yang cenderung tidak peduli dan labilterhadap dunia politik yang
menyebabkan kesadaran berpolitik kurang danmengakibatkan partisipasi dalam
pemilihan umum menjadi rendah. Hal tersebutperlu segera diatasi oleh KPU
sebagai lembaga pemilihan umum di Indonesia, sebab pemilih pemula penting
karena apa yang menjadi pengalaman pertama akan tertanam bagus di dalam otak
mereka.
Pendidikan
politik untuk pemilih pemula sebagian besar diperoleh dari informasi mediamassa
yang cenderung menampilkan sisi buruk dari perilaku elite politik dan
inimempengaruhi minat pemilih pemula. Hal ini mengakibatkan pendidikan
politikbagi pemilih pemula menjadi tidak optimal dan seharusnya di hindari
olehpelaku-pelaku media massa yang tidak hanya mencari keuntungan saja.
Pendidikan
politik (civil education) yang
terstruktur dan kontinu bagi pemilihpemula perlu digelar untuk meningkatkan
partisipasi dalam pelaksanaan pemilu.Kebijakan ini penting untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalampelaksanaan pemilu khususnya pemilih pemula dengan
menggunakan hak suaranya. Hal ini juga menjadi investasi bagi KPU untuk
pemlihan selanjutnya agar menciptakan pemilih pemula yang mempunyai kesadaran
yang tinggi terhadap kehidupan politik di Indonesia.
Pemanfaatan media sosial sebagai sarana
sosialisasi mempunyai banyak keuntungan,diantaranya ialah biaya yang relatif
murah, bisa diakses oleh semua kalangan,dan tidak terbatas ruang dan waktu. Hal ini menjadi potensial untuk sarana
sosialisasi, baik dilakukan oleh KPU maupun yang dilakukan oleh partai politik.
Komisi
Pemilihan Umum (KPU) harus meningkatkan
sosialisasi pemilu kepada pemilih pemula. Sebab, sosialisasi kepada pemilih
pemula dinilai masih minim. Menurut Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo, KPU
harus lebih gencar dalam menyosialisasikan programnya kepada pemilih pemula
itu. Pas alnya, pemilih pemula pada Pemilu 2014 memiliki potensi suara sangat
besar. “Kalau ada sekitar 14 juta
jiwa (pemilih pemula) itu sudah hampir setengah kursi Senayan. Fokus kepemiluan
itu wewenang KPU, termasuk keharusan sosialisasi terhadap pemilih pemula,” kata Arif, Ahad (28/7).Memang, menurut
Arif, partai politik (parpol) dan masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk
turut serta menyosialisasikan pemilu. Tetapi sebagai penyelenggara pemilu yang
telah diamanatkan Undang-Undang, KPU harus melakukan sup ervisi untuk
mengoptimalkan sosialisasi. Selain itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga
bisa melakukan upaya pengawasan dini dengan kelibatkan keikutsertaan pemilih
pemula, seperti pelajar dan mahasiswa.
Komisioner
KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, dalam daftar pemilih sementara (DPS)
tercatat jumlah pemilih pemula mencapai 14 juta jiwa. “Pemilih pemula untuk usia 17 sampai
20 tahun ada 14 juta. Untuk usia 20-30 ada 45,6 juta,” kata Ferry.
Menurut Ferry, pemilih
pemula mayoritas memiliki rentang u sia 17-21 tahun, kecuali karena telah
menikah. Dan, mayoritas pemilih pemula adalah pelajar (SMA), mahasiswa, dan
pekerja muda. Pada Pemilu 2004 ada 50.054.460 juta pemilih pemula dari jumlah
147.219 juta jiwa pemilih dalam pemilu.Jumlah itu mencapai 34 p ersen dari
keseluruhan pemilih dalam pemilu.
Jumlah tersebut lebih
besar daripada jumlah perolehan suara parpol terbesar pada waktu itu, yaitu
Partai Golkar yang memperoleh suara 24.461.104 (21,62 persen) dari suara sah.
Sedangkan pada Pemilu 2009, potensi suara pemilih pemula tetap signifikan.
Untuk
melakukan sosialisasi tehadap pemilih pemula, KPU dikatakan Ferry telah memulai
kerja sama dengan Forum Rektor. Kerja sama ini untuk melakukan program
sosialisasi, seperti Goes to
Campus. KPU juga bekerja sama dengan LSM pemantau pemilu dalam menggiatkan
pendidikan politik bagi pemilih pemula. Bahkan, KPU mengoptimalksan sosialisasi
melalui media internet dan jejaring social, seperti Twitter danFacebook.
Di
pihak lain, sejumlah partai mulai berlomba merebut simpati pemilih pemula.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), misalnya, sudah mengincar suara pemilih
pemula sebagai lumbung suara di pemilu 2014. “Jumlah pemilih pemula saat ini
mencapai 25 persen dari total jumlah warga Indonesia yang tercatat sebagai
daftar pemilih sementara atau DPS. Dengan jumlahnya yang banyak tersebut harus
diberikan pembelajaran politik yang baik,” kata
Ketua DPP PPP Reni Marlinawati.
Menurut
Reni, untuk bisa meraup suara pemula, pihaknya sering melakukan diskusi publik
yang pesertanya p emilih pemula. Ini untuk memberikan pembelajaran bagaimana
cara memilih partai dan calon legislatif yang tepat sesuai hati nurani mereka.
Selain itu, pemberian pembelajaran politik dengan cara tatap muka dan
berkomunikasi langsung dengan para pemilih pemu la. Cara ini diharapkan bisa
mendongkrak suara PPP.
PPP
menilai, strategi dialogis mendekati pemilih pemula akan lebih efektif
ketimbang kampanye terbuka mengandalkan popularitas, seperti artis. “Pemilih pemula ini perlu mendapatkan
pembelajaran politik yan g baik. Jangan sampai menjadi skeptis atau percayanya
seseorang terhadap hal yang masih belum terbukti kebenarannya apalagi sampai
apatis yang bisa menurunkan citra politik dan politisi di negeri ini,” kata Reni.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tingkat
kesadaran siswa sebagai pemilih pemula dalam pilkada menunjukkan perbedaan yang
beragam didasarkan pada pemahaman dan pengalaman belajar konsep berpolitik di
tingkat persekolahan. Pada umumnya pengalaman tersebut didapat sebatas dalam
pemilihan ketua OSIS atau ketua kelas dan pemilihan lainnya. Hampir 60% siswa
senang terdaftar sebagai pemilih pemula dalam pilkada. Hal ini menunjukkan
bahwa kesadaran ikut aktif berpolitik telah menjadi kekuatan individu siswa
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
REFERENSI
media
politik-mempengaruhi atau dipengaruhi, Kompasiana online.
Sosialisasi pada Pemilih Pemula Minim, Republika online.
Nasrullah, Muhammad, 2 April 2014, Potensi Pemilih Pemula,
Tribunnews.com.
Pemilih Pemula jadi Sasaran Politik Uang, PikiranRakyat.com
Survei UGM: 65% Pemilih Pemula Buta Parpol & Pemilu, Okezone.
http://repository.upi.edu/
No comments:
Post a Comment