Wednesday, March 16, 2016

KANTONG PLASTIK, LINGKUNGAN dan PEMERINTAH



TUGAS BAHASA INDONESIA 2
RISKA MAHARANI PUTRI
17113796
3KA11


Indonesia punya kebijakan baru. Dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional setiap tanggal 21 Februari, pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 Perihal Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar, berisi tentang ketentuan konsumen harus membayar Rp. 200,- termasuk PPN untuk setiap kantong plastik yang digunakan untuk membawa belanjaan dari toko modern, tapi ada beberapa kota yang masang tarif lebih, Jakarta misalnya memasang harga 5.000 rupiah per kantong plastik. Di Balikpapan, harganya 1.500 rupiah per kantong plastik.. Hal ini diberlakukan karena menurut data yang telah didapat dan diolah Indonesia adalah penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China. Oleh karena itu diet plastik dengan memaksa konsumen untuk membayar kantung plastik merupakan langkah yang dianggap paling tepat untuk mengurangi jumlah sampah plastik yang dihasilkan oleh Indonesia dan juga untuk menjaga lingkungan dari sampah plastik.
Siapapun yang sepakat dengan kewarasan umum akan setuju untuk melindungi bumi dari bahaya sampah yang semakin tidak terkendali. Namun bukan berarti kebijakan ini tidak menyisakan pertanyaan atau bahkan polemik yang akan bergulir di masyarakat. Dalam tulisan ini, yang menjadi perhatian bukanlah mengenai harga yang harus dibayar oleh konsumen melainkan hal-hal yang terkait dengan urusan publik yang akan menyertai kebijakan ini.

Beberapa di antara yang menjadi perhatian, jika pemerintah memiliki good will yang kuat untuk mengurangi sampah plastik secara signifikan, pemerintah bisa melakukan pembatasan atau bahkan pelarangan sama sekali produksi kantong plastik, atau mencari substitusi kantong plastik dengan kantong yang menggunakan material ramah lingkungan semisal kertas daur ulang. Dengan menerapkan kantong plastik berbayar yang diuji coba di beberapa kota besar, efektifitas pengurangan penggunaan kantong plastik sangat diragukan. Selama ini kantong plastik yang digunakan konsumen sebetulnya tidak gratis karena dibayar oleh toko sebagai bagian dari pelayanan yang harus diberikan oleh toko untuk konsumennya. Selanjutnya jika program ini berjalan, seandainya tiap konsumen yang membayar sejumlah Rp. 200,- rupiah tidak merasa keberatan, ke mana uang itu akan disampaikan? Apakah akan menjadi milik toko? Jika uang plastik berbayar ini menjadi milik toko, bukan tidak mungkin dalam rangka memberikan pelayanan terbaik, toko memberikan program subsidi kantong plastik seperti subsidi biaya parkir yang dilakukan oleh beberapa toko atau pasar modern. Jika uang Rp. 200,- itu kemudian setor ke kas negara dan dijadikan sebagai salah satu pendapatan negara, bagaimana cara menghitung kantong plastik yang dibayar oleh konsumen? Bagaimana pertanggungjawabannya? Selanjutnya diketahui bahwa dana yang terkumpul akan menjadi dana publik yang mana toko akan bekerja sama dengan kelompok masyarakat untuk program penanggulangan sampah. Bagaimana auditnya nanti? Apakah masyarakat berhak untuk mengetahui catatan transaksi toko modern guna menjamin transparansi jumlah kantong plastik yang dibayar oleh konsumen? Kebijakan ini adalah kebijakan setengah hati.
Jika pemerintah berkehendak dengan sungguh-sungguh mengurangi sampah plastik bukan tidak mungkin pemerintah membidik produsen kantong plastik dan mengarahkannya untuk beralih pada material kantong yang lebih ramah lingkungan. Bukan justru mengarahkan kebijakan pada konsumen dengan biaya tambahan yang biasanya merupakan bagian dari pelayanan toko atau jangan-jangan, ada agenda tersembunyi antara pemerintah dengan pemilik toko peritel dan produsen kantong plastik. Bukankah secara sekilas kebijakan ini justru hanya menguntungkan peritel yang semula harus menyisihkan keuntungan untuk membeli kantong plastik, kini jadi salah satu barang “jualan” yang hampir dibeli oleh semua konsumen?
Menurut data yang didapat kebijakan kantong plastik berbayar berlaku di 20 kota besar di Indonesia yang mulai menerapkan kebijakan plastik berbayar di unit usaha peritel seperti supermarket dan mini market diantaranya Jakarta, Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, Solo, Semarang, Surabaya, Denpasar, Palembang, Medan, Balikpapan, Banjarmasin, Makassar dan Papua. Kota-kota lain mungkin akan menyusul setelah KLHK mengeluarkan peraturan resminya. Negara lain seperti Negara bagian Eropa juga sudah menerapkan program kantong plastik berbayar jauh sebelum Indonesia, diantaranya Negara Hongkong, Inggris dan Amsterdam. Di Hongkong, masyarakat yang menggunakan kantong plastik harus membayar 50s en. Upaya tersebut bisa menurunkan konsumsi plastic sampai 73% dengan program kantong plastik berbayar.
Persoalan sampah plastik diakui menimbulkan pencemaran serius. Kantong plastik mulai dapat terurai paling tidak selama lebih dari 20 tahun di dalam tanah. Jika kantong plastik itu berada di air, akan lebih sulit lagi terurai. Menurut data yang didapat, hasil riset Jenna R Jambeck dan kawan-kawan yang dipublikasikan di situs sciencemag tanggal 12 Februari 2015 yang diunduh dari laman iswa tanggal 20 Januari 2016 mengungkapkan Indonesia berada di posisi kedua penyumbang sampah plastik ke laut setelah Tiongkok, disusul Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka. Konsumsi kantong plastik mencapai angka 9,6 juta lembar kantong plastik per hari dari ritel modern saja, pengandaian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kantong plastik sebanyak itu dapat menutup lahan seluas 65,7 hektar per bulan atau 21.024 hektar per tahun.
Terlepas dari kemana uang yang telah konsumen bayar, dari beberapa kondisi yang diamati bahkan jauh sebelum penerapan plastik berbayar ini, penulis mencerna satu hal. Masyarakat butuh pencerdasan, bukan pemaksaan untuk melakukan hal yang tidak mereka mengerti tujuan dan latar belakangnya mengapa harus begini dan mengapa harus begitu. Bahkan sempat berdiskusi dengan orang-orang yang pesimis dan skeptis dengan kebijakan ini, mereka menganggap kalau memang ini alasan lingkungan, masih ada degradable plastic yang bisa terurai lebih cepat.
Menyadari akan bahaya sampah plastik, maka diciptakan plastik ramah lingkungan, yaitu degradable plastic. Plastik jenis ini hanya memerlukan beberapa tahun saja untuk dapat terurai secara sempurna yang jauh lebih cepat daripada plastik jenis biasanya. Oleh sebab itu, penggunaan plastik kini menjadi kian tak terbendung dengan dalih plastik yang mereka gunakan dapat terurai lebih cepat. Bahkan saat ini, hampir di berbagai pusat perbelanjaan telah menggunakan jenis degradable plastic yang digunakan sebagai kantong belanja. Padahal plastik tetap memerlukan waktu yang tidak singkat untuk terurai. Sehingga sampai saat ini, terobosan degradable plastic bukan merupakan solusi yang efektif untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah plastik.
Setelah menyadari bahwa solusi degradable plastic kurang dapat membantu dalam mencegah pencemaran lingkungan oleh karena penggunaannya menjadi lebih banyak, pemerintah terdorong untuk membuat kebijakan baru, yaitu menerapkan sistem kantong plastik berbayar. Upaya ini dilakukan agar penggunaan kantong plastik menurun sehingga pencemaran lingkungan akan lebih dapat ditekan. Alih-alih jika kantong plastik yang selama ini didapatkan secara gratis berubah menjadi berbayar, konsumen akan mencari alternatif lain untuk kantong plastik ini. Tentu saja, kebijakan yang baru saja ditetapkan ini menimbulkan banyak pro dan kontra dari kalangan konsumen. Bukan masalah harga, yaitu Rp. 200,- per kantong plastik, melainkan mereka menganggap bahwa ini sebuah kekeliruan jika yang dibatasi penggunaannya adalah plastik dengan jenis yang mudah terurai, sementara penggunaan plastik untuk kemasan produk yang umumnya berukuran lebih tebal tidak dibatasi. Padahal, tentu saja plastik yang berukuran tebal yang membutuhkan waktu lebih lama untuk terurai daripada degradable plastic.
Menurut survey yang didapat, kantong plastik berbayar hanya berlaku di toko peritel dan pasar modern yang mana toko peritel sudah menggunakan degradable plastic. Sedangkan pasar tradisional dan warung-warung kecil tidak memberlakukan kantong plastik berbayar. Ada beberapa toko buku di mall besar yang tidak memberlakukan kantong plastik berbayar alias plastik diberikan secara gratis. Harga plastik yang hanya Rp. 200,- sebenarnya tidak menjadi masalah bagi kalangan masyarakat kelas atas karena kebiasaan mereka yang mengeluarkan uang banyak untuk belanja di supermarket, boleh jadi harga plastik yang hanya Rp. 200,- tidak menjadi masalah disemua lapisan masyarakat. Bagaimana dengan pasar yang memberlakukan kantong plastik berbayar? Seperti yang kita ketahui bahwa pasar tradisional banyak dikunjungi oleh masyarakat kelas menengah kebawah dan bagi mereka yang kontra terhadap kebijakan ini, akan merasa keberatan.
Sebagian masyarakat yang pro dan kontra disertai rasa pesimistis dengan pemerintah akhirnya berspekulasi tentang kebijakan plastik berbayar ini. Dari beberapa artikel dengan tema plastik berbayar, di luar negeri diawal menerapkan kebijakan plastik berbayar pun sulit, sehingga pegawai ritel memajang foto-foto menyedihkan dan mengenaskan tentang bahaya plastik, sehingga customer memilih untuk membeli dan menggunakan tas pakai ulang dan menolak menggunakan plastik. Disini lah diperlukan sosialisasi atau pencerdasan masyarakat, mungkin akan sangat efisien ketika progress itu juga melingkupi "pencerdasan" ke ranah peritel dan unit usaha.
Tapi sambil terus melakukan pencerdasan ke masyarakat dan gaya hidupnya. Kedua, tentang cara visualisasi dampak yang akan terjadi. Cara itu jelas menggunakan keadaan psikologi seseorang ketika melihat keadaan menyedihkan dan mengenaskan tersebut, secara naluri pasti ada rasa bersalah ketika mengerti dengan apa yang dilakukannya (tidak menggunakan plastik secara bijak) akan berdampak buruk bagi banyak hal.
Masyarakat harus tetap optimis karena program kantong plastik berbayar merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan lingkungan. Sedikit masyarakat yang peduli dan sadar untuk melestarikan lingkungan, karena kesadaran itu hanya dimiliki orang-orang yang bisa berpikir. Dimulai dari pencerdasan di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat, maka akan berdampak positif bagi lingkungan tanpa pemerintah memberlakukan kantong plastik berbayar. Orang-orang yang memilih untuk membuang sampah sembarangan, orang-orang yang bisanya hanya merusak dan tidak melihat masa depan biasanya sebagian besar berasal dari kalangan orang-orang yang kurang mendapat akses pendidikan dan pencerdasan.
Melalui pegiat lingkungan profesional ajak masyarakat melakukan program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) terhadap sampah plastik yang tidak ramah lingkungan. Jelaskan sejelas-jelasnya kenapa plastik tidak ramah lingkungan. Bagaimana penerapan 3R dalam kehidupan sehari-hari. Initinya, kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan lah yang harus dibangkitkan. Semua lapisan masyarakat harus cerdas dan peka menjaga lingkungannya. Disatu sisi, mungkin program plastik berbayar ini menjadi salah satu solusi mengurangi sapah plastik, tapi kita semua harus melek ekologis, melek lingkungan hidup, kita harus melakukan hal-hal yang yang tidak merusak lingkungan.

No comments:

Post a Comment