Cerita
ini ditulis berdasarkan pengalaman teman saya yang diceritakan beberapa bulan lalu dan ditulis untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia 2.
Malam
itu udara Bogor dingin sekali, di perjalanan pulang menuju rumah saya, ada satu
gerobak yang masih terang benderang, menyala, dengan mas-mas kece yang kemudian
saya ketahui bernama Mukhlis, si Empunya Gerobak. dari kejauhan saya tau bahwa
dia menjual martabak, kenapa? karna ada Tulisan MARTABAK, tertera dengan ukuran
besar di bagian luar Gerobaknya.
Perlu
anda ketahui bahwa saya agak sok akrab dengan siapapun, termasuk dengan mas
Mukhlis yang saat itu belum saya kenal, saya memarkir motor saya di depan
Gerobaknya dan kemudian bertanya dengan lemah lembut padanya, "belum habis
kan mas?"
Dia
menjawab dengan gaya yang lebih lemah dan lembut "masih mas". Sungguh
kaget bukan main, Badannya Tegap, Tinggi Menjulang, tapi timbre suaranya
seperti Syahrini. Dunia ini memang penuh sandiwara. Ternyata dia tidak sesangar
dada bidangnya, dari situlah kemudian saya mulai berani untuk bertanya lebih
jauh dan mengenalnya.
"buka
sampai jam berapa mas?" tanya saya
Awalnya
saya agak ragu untuk melanjutkan percakapan, tapi kemudian saya tetap mengajukan
pertanyaan basa-basi.
"ooh
begitu, saya pesan martabak telurnya 2 ya mas" saya mulai memesan dan dia
mengangguk sebagai tanda paham.
"baru
pulang kerja mas?" tanya dia mengisi keheningan kami berdua
“iya
mas, habis lembur saya" jawab saya, mungkin seperti curhat, tapi
sebenarnya saya memang ingin curhat..
"wah
hebat ya, masnya kerja dimana?"
"saya
kerja di kuningan mas, hebat apanya mas, kerja tuh cape, enak kaya masnya gini,
usaha sendiri."
Ini jelas adalah kalimat yang saya lontarkan untuk membuatnya merespon lebih mendalam, dan kemudian hasilnya tidak mengecewakan.
Ini jelas adalah kalimat yang saya lontarkan untuk membuatnya merespon lebih mendalam, dan kemudian hasilnya tidak mengecewakan.
"mas
ini masih muda sepertinya ya, tapi sudah kerja, kalo boleh tau umurnya berapa
mas?" tanya dia
"Umur
saya 20, kalo masnya berapa?" saya bertanya kembali,
"coba
tebak umur saya berapa?" dia mulai mencairkan suasana, sepertinya saya
harus mulai melambatkan tempo dan melebarkan senyum agar dia nyaman, dan saya
melakukannya.
"umur
mas pastilah 24, betul kan?"
"aduh
belum deh sepertinya mas, saya kelahiran tahun 1996, jadi belum segitu kan
umurnya?"
Hening. saya kaget bukan main, dan kali ini saya tidak bisa menyembunyikan ekspresi kaget, pantas saja dia minta saya menebak berapa umurnya, ternyata sudah banyak orang yang menanyakan hal yang sama.
Hening. saya kaget bukan main, dan kali ini saya tidak bisa menyembunyikan ekspresi kaget, pantas saja dia minta saya menebak berapa umurnya, ternyata sudah banyak orang yang menanyakan hal yang sama.
"ah
mas yang bener, lebih tua saya dong berarti? tapi ko mas badannya gede banget
gini ya?" bila anda ingin tahu, tinggi saya sekitar 170 cm-an, dia mungkin
lebih tinggi 10 atau 15 cm dari saya.
"ya
mungkin, saya 19 tahun, baru 2 minggu yang lalu ulang tahun" ucapnya penuh
kebanggaan
"aduh hebat sekali masnya ini, masih anak-anak tapi punya usaha sendiri, keren mas!" puji saya dengan 2 jempol yang diidentifikasikan kebanyakan orang sebagai pengakuan terhadap kehebatan orang lain.
"aduh hebat sekali masnya ini, masih anak-anak tapi punya usaha sendiri, keren mas!" puji saya dengan 2 jempol yang diidentifikasikan kebanyakan orang sebagai pengakuan terhadap kehebatan orang lain.
Saya
mulai punya firasat bahwa saya harus mengenal orang ini dan kemudian mengambil
inspirasi darinya, tanpa ragu saya memperkenalkan diri saya.
"namaku Satrio mas" saya menjabat tangan kokohnya, sungguh tangan impian para wanita.
"namaku Satrio mas" saya menjabat tangan kokohnya, sungguh tangan impian para wanita.
"Nama
saya Mukhlis" jawabnya
"oke,
Mas Mukhlis belum menjawab pertanyaan saya"
"Pertanyaan
yang mana toh mas?" tanya dia kebingungan
"badan
mas nih besar sekali makan apa? tanya saya meniru aksen jawanya yang khas.
"ahahaha,
kalo itu juga banyak yang bilang mas, saya selalu jawab kuncinya ya pikiran kita"
"maksudnya"
saya terlambat paham
"gini
loh mas, mau makan seenak apapun, kalo pikiran mas jalan terus, pusing terus, stress
terus, galau terus, gaakan pernah gede badannya"
Saya
paham bahwa ini kurang masuk akal pada awalnya, bagaimana tidak, jelas tidak
ada korelasi yang mutlak antara pikiran dan badan yang tumbuh besar, ternyata
saya salah soal ini.
"aduh
aku masih bingung mas"
"gini
loh mas" awalan yang santai untuk kalimat yang serius berikutnya.
"mas
suka banyak pikiran ndak?" tanyanya kemudian.
"iya
saya mikir mas, soal masa depan, hidup yang lebih baik, dan soal jodoh."
jawab saya dengan tatapan nanar penuh kejujuran.
"nah
itulah masalahnya mas, kebanyakan orang sekarang tuh mikir kalo kita nih siapin
masa depan terus, kerja terus, padahal pikiran juga harus istirahat toh
mas?" sahut dia melanjutkan
"saya
kaya begini karna saya menikmati hidup, makan, tidur, gausah mikir apa-apa,
saya gapunya pacar, tapi saya ga galau, karna kita hidup ya harus hidup mas,
bukan hidup untuk mikir terlalu keras"
Kalimat
ini sungguh merubah pandangan saya saat itu, kalimat dari seorang anak kecil
sekaligus penjual martabak ini memberikan ilham seketika untuk saya, pemikiran
yang luar biasa, "gumam saya dalam hati"
"wah
berarti masnya gapernah mikir masa depan ya?
"ga
mas, saya pusing, jalanin aja sebisa saya"
"terus
mas mau selamanya jual martabak gitu?"
"kenapa
ndak? jualan ini saya bisa 500 perhari mas, bukan sombong, tapi cukuplah untuk
bayar cicilan motor dan makan nasi tiap hari"
Saya
makin kagum dengan dada bidang orang ini, ups salah, maksud saya orang ini,
bila pendapatan perharinya dikalikan 1 minggu, sama dengan penghasilan saya
sebagai karyawan satu bulan kerja! dunia ini panggung sandiwara.
"wiiiih,
hebat mas, ko mas pinter banget sih? tanya saya sedikit bercanda
"aku
ndak pinter mas, cuma berpikir beda dari orang lain aja, masnya punya
smartphone?"
"punya,
kenapa mas?
"smartphone
itu teknologi buatan manusia mas, teknologi buatan allah lebih canggih"
menunjuk ke dahi, saya sempat salah tangkap, saya pikir maksud dia adalah
dahinya yang nongnong, padahal maksudnya adalah pikiran....
"pikiran?"
tanya saya pura-pura bingung
"betul,
kebahagiaan, sakit, sehat, semuanya dari pikiran kita mas, kalo mas pikir mas
bahagia hanya karna uang, maka mas salah besar, saya bahagia walau jual
martabak, saya ndak malu, karna ini buat saya bahagia." ucapan terakhir
darinya yang membuat saya bergeming tak karuan, sungguh 5 menit waktu yang
berharga.
"ini
mas martabaknya"
Saya
mengambil pesanan saya, kemudian mengeluarkan uang dari saku dan membayarnya. Tanpa
berlama-lama saya bersiap pulang, selepas kemudian saya berbalik menoleh dan
berkata "Terima Kasih banyak mas, Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
jawabnya dengan senyum ikhlas.
Sampai
rumah, tak ada yang tergaung dalam telinga saya selain aksen dari si Mukhlis
ini, dia sungguh menginspirasi, saya berpikir bahwa saya akan bahagia bila saya
punya banyak uang, saya memilikinya sekarang, tapi rasanya tak pernah cukup,
saya bertanya-tanya pada allah, kenapa tak pernah cukup, dan allah memberikan
jawaban melalui Mukhlis. Sekarang saya tahu bahwa kebahagiaan itu ada dipikiran
kita, kita bisa bahagia kapanpun kita mau, karna pikiran kitalah kita stress,
kita galau, kita sedih, semuanya dari pikiran, Teknologi paling hebat ciptaan
Tuhan, karna itulah teman-teman, Gunakanlah Teknologi itu sebaik mungkin. dan
ingatlah kalimat ini baik-baik.
"kita
hidup untuk hidup, bukan untuk mikir terlalu keras"
Tergantung
kita memaknai hidup, deskripsi bahagia sangat sederhana yaitu dengan bersyukur.
Bagi Mukhlis bahagia se-sederhana itu, se-sederhana pemikirannya dan
se-sederhana memaknainya. Bahagia bisa didapat secara gratis!
No comments:
Post a Comment